Kiamat Ciptaan Manusia: Ancaman Nyata Perubahan Iklim
Penulis Seto Ferdiantoro, Jumat 30 September 2022
Saat ini ancaman perubahan iklim telah dirasakan manusia diseluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Ancaman yang dapat kita simulasikan seperti kiamat buatan, tentu kiamat buatan itu akibat aktifitas manusia yang mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Berbagai skenario buruk akibat perubahan iklim telah banyak dilansir oleh berbagai organisasi, institusi maupun peneliti.
Ditahun 2050, mari kita bayangkan udara saja tidak akan berpihak kepada kita. Suhu bumi semakin panas ekstrim. Sebagain besar orang terpaksa harus mendekam setiap hari diruang ber-AC dengan handuk basah menyelimuti wajah. Mata terus berair dan kita hanya dapat tertidur di setiap subuh, karena hanya itu waktu yang cukup sejuk. Diluar tembok rumah kita, peningkatan suhu menyebabkan kekeringan parah di berbagai belahan dunia. Hanya orang kaya yang bisa membayar air, akses keran-keran ditempat publik ditutup. Hutan-hutan yang sebelum hijau akan hilang hangus terbakar. Dua miliar orang berhadapan langsung dengan suhu yang bisa meroket sampai 60 deraja celcius, titik panas dimana tubuh manusia tak dapat bertahan lebih dari 6 jam.
2050, permukaan air laut naik drastis yang dapat menyebabkan badai ekstrem. Kota-kota pesisir tersapu pasang dan banjir. Menewaskan ribuan dan menggusur jutaan orang. Beberapa kota terpadat di dunia tenggelam. Termasuk Alexandria, Kairo, Mumbai, Shanghai, Bangkok dan tak terkecuali Jakarta. Orang-orang harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Setiap hari kita akan melihat foto rombongan keluarga mengarungi banjir, yang agak beruntung bisa tetap tinggal di rumah dengan air hingga mata kaki seperti Jakarta setiap musim banjir namun ini diseluruh dunia.
2050, pandemi bukan hanya varian covid. Perubahan suhu, banjir, urbanisasi dan pergerakan populasi manusia mengakibatkan penyebaran penyakit. Setengah dari populasi dunia beresiko tertular malaria atau demam berdarah. Wabah baru bisa melampaui angka kematian penyakit jantung. Menciptakan krisis perawatan Kesehatan, perusahaan asuransi pun menolak melayani. Apa yang kita alami dua tahun kemaren (covid-19) tampak tidak ada apa-apanya.
2050, kelaparan merajalela. Populasi dunia meningkat sampai 9 miliar jiwa, walau tingkat kesuburan manusia menurun.
Kebutuhan akan makanan pokok meningkat drastic, sementara dunia kekurangan air dan lahan yang bisa digarap. Bahan makanan akan semakin mahal, jumlah orang gizi di dunia terus meningkat, sementara bantuan logistik kalua ada, pasti tiba terlambat karena terhambat bencana dimana-mana.
2050, hubungan internasional tak lagi akur, setiap negara menjadi egois dan saling curiga, perdagangan global macet karena negara-negara berhenti mengekspor dan memilih mempertahankan sumber daya mereka masing-masing. Padahal jutaan orang butuh bermigrasi namun banyak negara lockdown dan menjaga perbatasan dengan tantara. Sedikit kesalahpahaman akan menciptakan perang, dan seperti biasanya nitizen lalu memperuncing keadaan dengan memenuhi media sosial dengan teori konspirasi dan video-video propaganda. Meski terdengar mengada-ada, mengkhayal dan menakut-nakuti. Hitungan scenario 2030, 2050, 2100 per tahun, semuanya ada. Isu ini bahkan telah mempertemukan para pemimpin dunia, tak terkecuali Indonesia. beberapa pekan lalu Presiden Jokowi hadir dalam KTT COP 26, sebuah forum tingkat tinggi yang diikuti 197 negara. Mereka membicarakan masa depan. Rencana untuk menghalangi skenario-skenario tadi terwujud. Memang sulit, karena masing-masing negara punya kepentingannya sendiri, aka nada Tarik ulur yang berbelit-belit. Namun, kesepakatan harus tetap di wujudkan. Dunia harus melakukan pengurangan karbon secara progresif mencapai target nol emisi segera. Negara-negara maju secara historis lebih bertanggung jawab harus mau membantu pendanaan negara-negara lain untuk memerangi krisis iklim. Dunia berpacu dengan waktu, gelisah tidak akan menghalangi 2050 sampai dikalender kita. Kita harus serius mempelajari isu ini. Termasuk mengawal kebijakan dan Langkah-langkah pemerintah. sorotan terhadap COP 26 menegaskan Indonesia selama tinggal di planet yang sama, tidak terbebas dari risiko maupun tanggung jawab. Gaya hidup hijau memanglah penting untuk dibiasakan masing-masing orang. Namun, Rangkaian kebijakan negara yang berdampak signifikan, itu yang kita butuhkan. Kita tidak bisa memilih planet, akan tetapi memilih masa depan, bisa.
Skenario diatas diambil dari berbagai hasil riset atau penelitian ilmiah dan saintis yang akan dapat terwujud apabila kita tidak segera mengambil Langkah.
Selain itu, salah satu ancaman terbesar dampak perubahan iklim ekstrem adalah mengenai kualitas dan kuantitas air, kualitas dan kuantitas air adalah dua aspek penting dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan manusia. Kualitas air menunjukkan tingkat kebersihan dan keselamatan air, sementara kuantitas air mengacu pada jumlah air yang tersedia untuk keperluan manusia dan ekosistem. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai pentingnya menjaga kualitas dan kuantitas air serta berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas air.
Air adalah sumber daya yang sangat penting bagi manusia dan kehidupan di bumi. Air digunakan untuk berbagai keperluan, seperti memenuhi kebutuhan sehari-hari, pertanian, industri, energi, dan ekosistem. Namun, keberadaan air yang tidak terbatas tidak berarti bahwa kita dapat menggunakannya secara sembarangan. Dalam beberapa dekade terakhir, populasi manusia dan kegiatan industri telah mengalami pertumbuhan yang pesat, sehingga permintaan akan air semakin meningkat. Akibatnya, kualitas dan kuantitas air menjadi semakin penting untuk diperhatikan.
Kualitas air sangat penting untuk menjaga kesehatan manusia dan lingkungan. Kualitas air yang buruk dapat menyebabkan penyakit dan kerusakan lingkungan. Beberapa masalah yang sering terjadi pada kualitas air adalah kontaminasi oleh limbah industri dan domestik, penggunaan pestisida dan herbisida, serta limbah pertanian. Kontaminasi air dapat mengakibatkan penyebaran penyakit dan merusak ekosistem, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga kualitas air.
Salah satu upaya untuk menjaga kualitas air adalah dengan mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya. Bahan kimia seperti pestisida dan herbisida dapat menyebabkan pencemaran air, sehingga penggunaan bahan kimia yang lebih ramah lingkungan dapat membantu mengurangi pencemaran air. Selain itu, penggunaan teknologi yang lebih canggih dalam pengolahan limbah dapat membantu mengurangi kontaminasi air.
Kuantitas air juga merupakan masalah yang penting. Beberapa wilayah di dunia mengalami kekurangan air yang serius, sementara di wilayah lain terdapat kelebihan air. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan iklim, peningkatan permintaan air, dan penggunaan air yang tidak efisien. Untuk menjaga kuantitas air, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi penggunaan air yang tidak perlu, seperti memperbaiki sistem irigasi yang lebih efisien, mengurangi kebocoran air, serta mengurangi limbah air.
Selain itu, penting juga untuk menjaga ekosistem air yang sehat. Ekosistem air memainkan peran penting dalam menjaga kualitas dan kuantitas air. Ekosistem air seperti hutan bakau dan lahan basah dapat membantu menyaring air dan menjaga keberlanjutan air. Upaya untuk menjaga ekosistem air dapat dilakukan dengan mengurangi penggundulan hutan dan merawat daerah aliran sungai.
Sumber
The Future We Choose: Surviving the Climate Crisis, Christiana Figueres and Tom Rivett-Carnacc
Climate as a risk factor for armed conflict nature journal
Channel Youtube Najwa Shihab,