Forum Lingkar Pena adalah organisasi kepenulisan terbesar yang tak henti melahirkan karya dan mencetak penulis baru dalam berbagai genre kepenulisan fiksi dan nonfiksi selama 20 tahun lebih. Forum Lingkar Pena atau yang biasanya disingkat FLP didirikan pada 22 Februari 1997. Para pendirinya yaitu Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Maimon Herawati, dan belasan aktivis lainnya. FLP saat ini tersebar di seluruh indonesia dan mancanegara. 

Tujuan didirikannya FLP memiliki misi yaitu meningkatkan mutu dan produktivitas karya anggota sebagai sumbangsih berarti bagi masyarakat. Membangun jaringan penulis yang menghasilkan karya-karya kualitas dan mencerdaskan. Meningkatkan budaya membaca dan menulis di kalangan masyarakat. Memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi penulis.

Sejalan dengan misi dari FLP, fenomena yang terjadi sekarang di Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organisazation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019 Indonesia menempati rangking ke 62 dari 70 negara yang berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Rendahnya minat membaca/literasi di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi Forum Lingkar Pena untuk turut aktif dalam mencerdaskan bangsa Indonesia.

Literasi sendiri adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan. Rendahnya tingkat literasi bangsa Indonesia ditengarai karena selama berpuluh-puluh tahun bangsa Indonesia hanya berkutat pada sisi hilir. Standar UNESCO minimal tiga buku baru untuk setiap orang setiap tahun. Namun total jumlah bacaan dengan jumlah penduduk Indonesia memiliki rasio nasional 0,09. Artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun, sehingga Indonesia memiliki tingkat terendah dalam indeks kegemaran membaca. 

Beberapa masalah tentang literasi di Indonesia, masalah utamanya menjadi pertanyaan yaitu sudahkan distribusi buku secara merata dan inklusif. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bundo menyebutkan bahwa jumlah ideal keberadaan buku di Indonesia adalah 270 juta penduduk dikali 3 buku. Berarti, buku 870 juta eksemplar buku yang harus beredar di masyarakat setiap tahunnya. Namun, nyatanya, total jumlah bacaan di Indonesia hanya ada 22.318.083 eksemplar dengan rasio nasional sebesar 0,9 atau kurang dari 1 persen. Artinya, di Indonesia rasio buku dengan total penduduk belum mencapai satu buku per orang/tahun. Menurut Najwa Shihab selaku Duta Baca Indonesia periode 2016-2021. Najwa Shihab memandang Indonesia melalui kacamata penggiat literasi. Najwa berpendapat bahwa masalah literasi bukan dari keengganan membaca, melainkan karena timpangnya akses terhadap bacaan. 

Berbicara tentang distribusi, tentunya kita juga tidak bisa melupakan perpustakaan sebagai jantung pendidikan. Perpustakaan merupakan ekstensi yang tepat untuk menstimulasi kesadaran literasi bagi orang-orang yang tidak menjadikan buku sebagai kebutuhan primer mereka. Dilansir dari Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Indonesia sendiri memiliki total 164.610 perpustakaan dari berbagai jenis. Namun, sangat disayangkan sekali bahwa jumlah terbesarnya, sekitar 40%, berada di Pulau Jawa. Hal ini pun menjadi bukti bahwa persebaran perpustakaan di Indonesia masih tidak merata.

Permasalahan selanjutnya murid sudah diberikan pengetahuan yang komprehensif tentang literasi. Jika mengadopsi pandangan mengenai literasi menurut Kepala Perpusnas, Syarif Bundo tingkatan literasi dibagi kepada empat. Pertama, kemampuan tersedianya akses terhadap kumpulan sumber-sumber bacaaan. Kedua, kemampuan memahami bacaan serta tersirat dan tersurat. Ketiga, kemampuan menghasilkan ide-ide, gagasan, kreativitas, dan inovasi baru. Apabila ketiga tingkatan yang dijabarkan di atas sudah terlaksana, maka kita akan kesulitan mewujudkan tingkatan literasi yang terakhir, yaitu literasi adalah soal kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang bermanfaat bagi khalayak ramai.

Permasalahan besar yang terjadi tentang literasi Indonesia sekarang ini turut juga menjadi perhatian dari FLP Aceh dan Banda Aceh. Diskusi yang dilakukan antara Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050 lebih memperdalam tentang minat dari anggota FLP Banda Aceh untuk bergabung dalam organisasi tersebut. Fokus literasi yang menjadikan daya tarik untuk bergabung. FLP juga pada awalnya menjadi media dakwah dengan menggunakan tulisan, namun sekarang FLP juga hadir sebagai media advokasi. Kepenulisan adalah dasar dari ilmu itu sendiri. Perpustakaan daerah juga sepi pengunjung lantaran minimnya koleksi buku panduan pendidik dan kolektif lainnya. Mayoritas dipenuhi oleh koleksi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan buku referensi. Syarif Bando menanggapi bahwa buku-buku yang tidak menarik serta cenderung tidak sesuai dengan ketertarikan pembaca sekitar menyebabkan lunturnya minat untuk membaca. 

Lebih lanjut kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh FLP seperti bedah buku dengan senior yang berpengalaman, penulisan kesempatan membuat kelas kelas yang mendidik. FLP juga memiliki beberapa divisi yang menghasilkan program-program bagi khalayak. Berikut nama divisi-divisinya yaitu Advokasi, Bisnis, Blogger FLP, Humas, Jarwil, Kaderisasi, Karya, Penelitian dan Pengembangan, Rumah Cahaya. 

Pembinaan anggota penulis karya sastra yang terjadi dalam forum lingkar pena terdiri dari dua jenis pembinaan. Pertama, pelatihan fiksi, seperti cerpen, puisi, novel. Kedua, pelatihan non fiksi seperti materi keislaman, opini, essai, sehingga kedua jenis pelatihan  ini didapatkan bentuk-bentuk pelatihan yang diberikan berupa pemaparan materi secara lisan maupun tulisan. Anggota penulis Forum Lingkar Pena dalam rangka sosialisasi nilai keagamaan, Pertama, kegiatan rutin seperti kelas menulis, pengiriman karya sebagai media dakwah di media massa baik  berupa koran maupun majalah. Kedua, kegiatan non rutin  berupa bedah karya, peluncuran buku pertama, jumpa penulis nasional, seminar atau talkshow sebagai sosialisasi penyebaran karya sastra sebagai media dakwah.

Forum Lingkar Pena adalah meningkatkan mutu dan produktivitas tulisan para anggota sebagai sumbangsih bagi masyarakat, sebagai wadah kreativitas dan menyalurkan ekspresi diri, membantu menerbitkan buku, mengembangkan dakwah, kampanye gemar baca tulis, sebagai wadah penyebaran buku sastra untuk kalangan sendiri, sebagai organisasi memberikan pencerahan melalui tulisan. 

Sejalan dengan permasalahan tentang literasi indonesia yang terjadi sekarang ini, dan misi-misi Forum Lingkar Pena menjadi yang sangat baik dalam menjawab masalah yang terjadi sekarang ini. Masalah utama tentang belum meratanya distribusi yang belum merata dan inklusif bisa dilakukan yaitu dengan memanfaatkan kader-kader Forum Lingkar Pena untuk turut aktif ke akar rumput dalam melakukan pengabdian, menyebarkan buku ke pelosok-pelosok Indonesia. Forum lingkar pena juga bisa mengadvokasikan kepada pemerintah setempat dimana mereka mengabdi untuk meningkatkan sarana dan prasarana untuk membaca agar mudah dijangkau oleh seluruh kalangan. Hal selanjutnya yang bisa dilakukan oleh kader Forum Lingkar Pena yaitu dengan memanfaatkan perpustakaan digital. Ebook bisa diakses melalui ponsel pintar. 

Peningkatan literasi tidak hanya memanfaatkan buku secara langsung tapi bisa menggunakan gawai di tangan yang selalu bisa dimanfaatkan. Pemerintah juga sebaiknya tidak ikut-ikutan mentok di narasi “orang Indonesia malas membaca”, lalu pasrah hingga mengaburkan masalah utama persoalan ini. Hal ini, tentunya, sekali lagi, harus dimulai dari memaksimalkan distribusi buku hingga merata dan inklusif; serta jangan lupakan juga soal pengelolaan perpustakaan yang benar dan sesuai. Kemudian, masalah yang berkaitan selanjutnya adalah memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang literasi, terutama soal tingkatan literasi yang disebutkan Kepala Perpusnas di atas. Apabila semuanya terlaksana dengan baik, tentu narasi “tingkat literasi masyarakat Indonesia tinggi” dapatkah terwujud. Sehingga Indonesia di tahun 2050 beranjak dari posisi 61 ke posisi yang lebih baik. Tentunya harapan besar tentang literasi untuk memperbaiki pendidikan bangsa.

 

Ditulis Oleh : Nizam Auza (Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050)