Diskusi telah dilakukan bersama satu komunitas yaitu Mahasiswa perantau yang beranggotakan 7 orang yaitu Elisabet, Priska, Evy, Wistin, Sanning, Leak dan Perdi. Diskusi dilakukan di sebuah sudut kota Makassar, Sulawesi Selatan pada 4 Mei 2023. Komunitas tersebut memiliki latar belakang yang fokus utama mereka adalah kuliah. Diskusi diawali dengan pengenalan program dan juga tujuan adanya Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050. Kesan pertama ketika memulai diskusi adalah pemikiran mereka yang belum sampai pada kondisi 2050. Sebab meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kritis orang muda untuk mengambil peran aktif menciptakan tatanan Indonesia dan Dunia yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, setara, dan mengutamakan mereka yang lemah itu adalah misi yang tidak mudah, sehingga memandu dan mengkomunikasikan secara aktif isu-isu terkait keadilan sosial dan ekologis secara lokal dan global merupakan kunci dari terwujudnya ruang dialog dan diskursus publik tentang Indonesia dan Dunia 2050 antar orang muda dengan pembuat kebijakan di tingkat nasional, regional, dan internasional.
Proses diskusi memberikan gambaran dan konsep penggerak perubahan, setelah tersampaikan dan dipahami maka komunitas tersebut memulai dengan mengidentifikasi events (sebuah kejadian/peristiwa yang bersifat signifikan dan terjadi sesekali dalam rentang waktu tertentu) dan trends (kejadian/peristiwa yang memiliki kecenderungan terjadi berulang kali dan bersifat lintas waktu dan lintas tempat) yang terjadi disekitar mereka.
Hasil diskusi diperoleh gagasan terkait kondisi yang menjadi perhatian mereka, tantangan yang dihadapi dan masa depan yang diharapkan serta impian kolektif komunitas mereka yang akan diwujudkan pada tahun 2050. Identifikasi hal-hal yang menjadi perhatian mereka sebagai anak muda yaitu:
Pergaulan bebas. Hal tersebut menjadi perhatian mereka karena status mahasiswa perantau yang merasa lebih bebas karena jauh dari orang tua. Pergaulan bebas termasuk perilaku menyimpang dalam masyarakat, dan juga menurunnya prestasi kita, putus sekolah, hingga hamil di luar nikah. Faktor ekonomi, kondisi lingkungan, tingkat pendidikan keluarga yang minim, pengaruh teman, dan gaya hidup adalah pemicu utama terjadinya pergaulan bebas.
Pencemaran lingkungan berupa banjir akibat hujan yang terus-menerus, polusi udara akibat kebakaran hutan juga disebabkan asap kendaraan dan cuaca panas yang semakin meningkat yang sangat berbeda dengan kehidupan di desa, sampah yang berserakan dan pembabatan hutan. Lingkungan yang tercemar dan berpolusi tersebut akan memberikan dampak yang negatif terhadap kesehatan dan juga konsentrasi berpikir hingga menyebabkan gangguan mental.
Kemiskinan menjadi hal yang sangat menjadi perhatian, terlebih ketika tiba pada waktu pembayaran biaya kuliah tetapi kondisi ekonomi orang tua tidak memungkinkan. Mengambil pinjaman adalah langkah ninja yang ditempuh untuk kondisi tersebut. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, pengangguran meningkat, pendidikan yang rendah, distribusi pendapatan yang tidak merata hingga taraf hidup masyarakat yang buruk menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemiskinan yang terus meningkat.
Manajemen waktu untuk kegiatan pengembangan diri sangat kurang. Sehingga fokus utama hanya kuliah. Tetapi pada sisi lainnya mereka ingin terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka selaku perantau. Sulit menolak ajakan sehingga terlalu banyak kegiatan sampai pada sulit menentukan prioritas merupakan kendala yang sering dialami oleh para mahasiswa.
Faktor yang sangat berdampak terhadap kehidupan keseharian mereka yaitu dimulai pada lingkup sosial, dimana terjadi pergaulan yang membeda-bedakan dalam memilih kelompok sehingga akan berpengaruh pada kepercayaan diri berinteraksi. Dalam aspek ekonomi adalah biaya hidup dan kuliah yang mahal. Kondisi lingkungan di desa yang sejuk sangat berbeda dengan kota yang tercemar dan berpolusi. Perkembangan teknologi memudahkan untuk berinteraksi dengan sanak keluarga selama di perantauan tetap juga berdampak negatif dengan penyalahgunaan dalam menyebarkan informasi yang tidak benar terkait kehidupan di kota. Money politik sangat marak khususnya untuk kalangan mahasiswa sehingga sangat muda disetir oleh kepentingan-kepentingan birokrasi. Dalam lingkup kemahasiswaan budaya saling sapa dan menghargai pendapat terkadang tidak lagi menjadi prioritas.
Dalam upaya menghadapi tantangan dan menepis segala isu yang menjadi perhatian serius maka komunitas tersebut menyusun kondisi masa depan yang mereka inginkan pada tahun 2050 baik di wilayah hidup, provinsi, di Indonesia, dan di dunia. Beberapa diantaranya: Tidak ada lagi pencemaran lingkungan yang menyebabkan kerusakan alam; Perekonomian maju dan merata sehingga tidak ada lagi kemiskinan; Tidak ada lagi pabrik yang menghasilkan emisi karbon; Pemanfaatan pangan lokal untuk mengatasi importer; Lapangan pekerjaan terbuka pada semua kalangan; Regulasi terkait Pendidikan Lingkungan Hidup sejak dini; Tidak ada lagi perbedaan gender dan; Pembangunan Infrastruktur merata khususnya di pelosok.
Untuk sampai pada kondisi yang diinginkan tersebut maka adapun hal yang harus dipenuhi yaitu: Aturan yang pro terhadap lingkungan seperti menggunakan air, kertas, bahan bakar seperlunya, untuk mengurangi efek rumah kaca seperti memilah sampah dan mengolahnya menjadi produk yang memiliki nilai jual. Lapangan pekerjaan harus merata sehingga tidak lagi pengangguran, dimana persebarannya harus merata dengan mutu yang seimbang; Aturan ketat untuk pabrik yang menghasilkan gas emisi berlebih. Pemanfaatan Sumber Daya Alam berbasis pangan lokal dan keanekaragaman hayati. Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup sejak diri harus diterapkan, Perempuan harus diberdayakan, jika perempuan berdaya, keluarga menjadi bahagia, dan negara pasti akan menjadi kuat, karena keluarga adalah entitas terkecil sebuah masyarakat; Blusukan dan perbaikan infrastruktur secara merata; Taat membayar pajak dapat membantu menstabilkan kondisi ekonomi dari suatu Negara. Kepemimpinan demokratis yang tidak hanya mengarahkan, namun juga memberikan bimbingan dan ikut berpartisipasi serta memperbolehkan anggota untuk memberikan gagasan atau saran terbaik mereka.;
Peran semua Negara luar, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah sebagai pembuat sekaligus menjalankan kebijakan. NGO selaku pendamping masyarakat. Masyarakat selaku objek maupun subjek dalam mewujudkan keadilan. Pelaku usaha, politisi, akademisi, hingga komunitas yang terlibat dalam kebijakan-kebijakan yang berlaku. Menjadi faktor penting dalam mewujudkan perubahan yang diinginkan.
Lebih lanjut di akhir diskusi mereka merumuskan impian kolektif komunitas yaitu tidak ada lagi kerusakan alam, ekonomi bertumbuh, interaksi sosial yang adil sehingga kehidupan manusia sejahtera. Bergerak bersama menuju bumi dan manusia yang lebih baik. Hal tersebut sejalan dengan visi Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050 yaitu Indonesia dan Dunia yang lebih berkeadilan sosial, ekonomi dan ekologis, serta bebas dari ancaman kelaparan dan bencana ekologis.
Ditulis Oleh : Monika Linda (Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050)
Email : monikalinda821@gmail.com