Berdiri sejak tahun 2012, Earth Hour Makassar berfokus pada isu lingkungan di kota Makassar. Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah perubahan iklim, dimana komunitas ini memiliki kampanye masif tahunan untuk menghemat energi sebagai bentuk penanganan perubahan iklim. Hal ini didasari oleh mayoritas pembangkit listrik saat ini masih menggunakan bahan bakar fosil dimana salah satu pendorong pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Dampak perubahan iklim yang sangat dirasakan oleh masyarakat Makassar adalah banjir akibat kenaikan curah hujan. Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini menghadapi banjir besar setiap kali musim hujan tiba. Banjir di awal tahun 2023 tercatat sebagai banjir terparah selama lebih dari 20 tahun terakhir.
“Setaun kepungkur ra ono panas” (Setahun kebelakang, tidak ada musim kemarau) ucap Rizqy Ramdhani salah satu anak muda yang aktif bekerja di sumber mata air “Kali Ngreco” Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Pernyataan ini didukung oleh beberapa sumber yang menjelaskan bahwa 3 tahun terakhir Indonesia sedang diterjang La Nina, sehingga menjadi “lebih basah” dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, ucapan ini juga disertai dengan nada kekhawatiran akan datangnya musim kemarau panjang setelah musim penghujan yang tiada henti. Kekhawatiran ini dipicu karena munculnya kabar tentang gelombang panas yang sedang melanda kawasan Asia, termasuk Indonesia. Selain itu, World Meteorological Organization (2023) memperingatkan tentang adanya El Nino, setelah La Nina berkepanjangan yang terjadi 3 tahun terakhir.
Indonesia menjadi salah satu negara yang akan terdampak jika El Nino terjadi pada tahun 2023. Probabilitas terjadinya El Nino paling tinggi pada bulan Juli-September 2023, sekitar 80%. El Nino dapat berlangsung selama 9 -12 bulan per periodenya dan dapat menyebabkan “drought” di beberapa kawasan Indonesia. Buletin Prakiraan Hujan Bulanan, Stasiun Klimatologi Jawa Tengah (2023) juga memperkirakan bahwa daerah sekitar Kabupaten Semarang selama bulan Mei-Juli akan mengalami curah hujan dengan kategori Normal-Bawah Normal. Musim kemarau akan benar benar terjadi. Lalu, apa yang menjadi keresahan Rizqy dan kolega? Iya, situasi yang memungkinkan untuk terjadinya Tragedy of the commons. Ketika sumber daya terbatas, jumlah populasi terus berkembang, dan ada individu atau sekelompok orang yang memanfaatkan sumber daya untuk kepentingan pribadi sehingga mengantarkan pada semakin menipisnya sumber daya, maka situasi ini lah yang dimaknai sebagai Tragedy of the Commons (Garret Hardin, 1968).
Tiga tahun terakhir, kebutuhan air masyarakat sekitar Kali Ngreco tercukupi dengan memanfaatkan sumber mata air lain atau sumur tadah hujan, Kali Ngreco hanya menjadi pilihan ke sekian. Kali Ngreco sendiri merupakan sumber mata air yang selalu memancarkan air sepanjang tahun dan biasanya dimanfaatkan untuk kebutuhan air domestik masyarakat sekitar, cucian mobil dan motor, hingga bisnis air bersih yang menjangkau daerah daerah sekitar Kabupaten Semarang. Jika kemarau panjang terjadi? Ya, konflik horizontal antar masyarakat akan terjadi. Rizqy dan kolega akan dibenturkan dengan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat dan dituntut untuk merancang bagaimana sumber daya dapat terbagi secara adil, walaupun terbatas. Dampak kekeringan dekat atau lambat pasti terjadi. Kasus ini terjadi pada tahun 2023, kemudian apa yang akan terjadi pada tahun 2050 nanti, ketika para pakar memperkirakan bahwa perubahan iklim akan jauh lebih parah dari sekarang ini?
Ditulis Oleh : Danis Syahroni (Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050)
Email : syahronidanis@gmail.com