Pernahkah kalian berpikir kemana sampah kita pergi? Apakah sampah kita berakhir di tempat yang tepat? Atau bahkan sampah kita justru menjadi bencana?
Sampah pada prinsipnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber aktivitas manusia maupun alam. Hingga kini sampah merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan sampah di sekitar kita mampu berdampak negatif bagi kita dan lingkungan. Indonesia memiliki penduduk 327 juta jiwa berbanding lurus dengan produksi sampah setiap harinya. Diperkirakan, tahun 2025
produksi sampah di Indonesia akan mencapai angka 130.000 ton perhari. Ancaman itu bukan tanpa alasan karena dengan angka kelahiran semakin meningkat dan disertai dengan gaya hidup yang konsumeristik masyarakat Indonesia pada umumnya dapat dibayangkan sampah akan dihasilkan kelak. hitungan rata-ratanya tiap orang diperkirakan membuang sampah 0,5 kg sampah per hari. Sementara angka produksi sampah plastik Indonesia telah
mencapai 5,4 juta per tahun.
Kerusakan lingkungan hidup yang selanjutnya berdampak pada menurunnya kualitas hidup manusia memunculkan bencana ekologis. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam mengelola lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA). Bencana ekologis juga merampas hak-hak hidup manusia, menghilangkan sumber kehidupan, serta impian dan juga harapan ribuan orang menjadi korban. Keadaan ini mengakibatkan angka kemiskinan yang tinggi di dalam masyarakat Indonesia.
Pengelolaan lingkungan hidup dan Sumber Daya Alam (SDA) yang sampai saat ini belum merata, terutama pada pelosok desa. Pemerintah masih saja fokus pada satu titik. Misalnya bencana banjir di Jakarta, keadaan ini sudah sering terjadi. Penataan ruang di hilir tidak akan bisa cukup menyelesaikan masalah jika tidak disertai penataan ruang di kawasan hulu. Persoalan ini tidak bisa ditangani secara sepihak dan parsial namun harus dengan pendekatan ekologis dan humanis. Pendekatan ini nantinya mampu membangun kesepahaman antara masyarakat dengan pemerintah.
Tingginya potensi sampah di Kabupaten Jombang mendasari munculnya Sanggar Hijau Indonesia. Komunitas sosial yang saat ini telah menjadi berfokus pada kondisi sosial lingkungan yang muncul di Indonesia Khususnya di Kabupaten Jombang. Sanggar Hijau Indonesia menciptakan inovasi yang kreatif dalam menangani limbah yang ada di Kabupaten Jombang. Menurut BPS Indonesia 76% sampah di Indonesia tidak terpilah. Sanggar Hijau Indonesia ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap sampah dan mengubah paradigma sistem pengelolaan sampah yang berkembang di Indonesia melalui inovasi program dan pelayanan yang ditawarkan. Masyarakat diedukasi untuk peduli dengan sampah dengan mengurangi produksi sampah dan memilahnya di rumah agar sampah tidak menumpuk di TPS.
SHI berawal dari inisiasi adanya keinginan sosok guru yang ketemu dengan program Pemerintah dan didukung gerakan anak muda khususnya dari Pramuka, semangat mengembangkan komunitas dengan berbagi dengan kader lingkungan Kelurahan kaliwungu dengan momen berbagai lomba khususnya lomba kampung beriman, selanjutnya mendapatkan badan hukum yang diberikan secara gratis kepada SHI oleh notaris setempat sebagai wujud apresiasi gerakan sosial terkait lingkungan, dan mendapatkan program MADANI dengan portofolio pengalaman dan konsisten melaksanakan event dan kegiatan pemberdayaan kader lingkungan khususnya mengawali gerakan dari SAKA Kalpataru hingga bisa mendorong pertama kalinya diadakan event HPSN tahun 2016, Sanggar Hijau Indonesia(SHI) terus berkembang dengan pendampingan Kelurahan Kaliwungu pada Lomba Kampung Beriman dengan hasil juara 1 di Kab. Jombang, hasil tersebut menjadikan SHI menjadi lembaga berbadan hukum yaitu Perkumpulan. selang 6 bulan kemudian mendapatkan Program MADANI yang fokus pada peningkatan kapasitas SDM Lembaga.
Sanggar Hijau Indonesia didirikan atas urgensi pengelolaan sampah yang lebih baik di Indonesia untuk mengubah perilaku pengelolaan persampahan dengan memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar tidak melakukan pemilahan sampah mengakibatkan penumpukkan sampah di tempat. Fokus isu yang dikembangkan, mulai dari pengelolaan sumber daya alam, lingkungan, pengelolaan sampah, kesehatan yang beririsan dengan pengelolaan sampah, pendidikan, penelitian, dan pemberdayaan kelompok/komunitas muda, perempuan dan difabel serta Bank Sampah Unit dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada TPS3R yang arahnya pada pemberdayaan masyarakat. Keberlanjutan organisasi dalam proses pengembangan yang mana mengalami perubahan dengan berbagai tantangan yang dihadapi mulai dari program kegiatan dan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran dan orientasi hasil, manajemen pengelolaan kelembagaan terkait penguatan SDM berdasarkan prosedur yang ada, tata kelola organisasi, dan sumberdaya pendanaan yang harus dimiliki organisasi untuk mendukung keberlanjutan organisasi, sistem administrasi organisasi terkait keuangan dan administrasi umum perkantoran lainnya.
Sanggar Hijau Indonesia mengambil langkah strategis sebagai upaya membangun kembali budaya peduli lingkungan. Sebagai refleksi dalam Semangat dan aktualisasi kami mengadopsi pola pikir yang lebih bijaksana dengan mengimplementasikan Program Pengelolaan Sampah ala SI BESUT (Siap Bank Sampah, Ecobricks, kompoS Untuk Tanaman) 3AH (cegAH pilAH olAH) Berbasis Masyarakat, serta perintisan sirkuler ekonomi. Motivasi Perkumpulan Sanggar Hijau Indonesia ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap sampah dan mengubah paradigma sistem pengelolaan sampah yang berkembang di Indonesia melalui inovasi program dan pelayanan yang ditawarkan.
Selain itu, kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan oleh leader untuk menjaga perilaku serta komitmen keberlanjutan dan kualitas interaksi dengan lingkungan. Generasi muda juga mampu berpartisipasi dengan berbagai hal yang berdampak positif terhadap lingkungan. Dengan menanamkan kesadaran pada diri sendiri untuk membuat dan menyebarkan konten atau opini positif dan konstruktif di media sosial yang dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan, tentunya dapat sedikit demi sedikit menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar kita. Keadilan ekologi dapat diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat direkonsiliasikan dengan kelestarian ekologis yang selanjutnya bertumpu pada tiga strategi (Low dan Gleeson, 1988). Yang pertama yaitu ekologis produksi yang berarti pengurangan limbah pencemaran melalui perbaikan teknologi ramah lingkungan. Kedua, perbaikan kerangka regulasi dan pasar untuk pro ekologis. Ketiga, menghijaukan nilai sosial dan korporat beserta prakteknya.
Masyarakat memiliki cara tersendiri, bagaimana mereka beradaptasi dan mengelola sumber daya alam yang bisa jadi lebih efektif. Namun, seringkali mereka diabaikan sehingga menjadi tamu di wilayahnya sendiri. Modernisasi dan keadilan ekoligis akan terbagun dan tercapai dengan baik jika saling dikaitkan. Melalui pendekatan emosional juga dapat diterapkan untuk mengkampanyekan keadilan ekologis dan juga sikap pro lingkungan kepada masyarakat.
Dampak kerusakan alam yang diakibatkan sampah sudah kita rasakan. Salah satunya adalah perubahan iklim dan peningkatan suhu global yang dipicu oleh gas Emisi Rumah Kaca dari Timbulan sampah. kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan sebagai upaya komitmen keberlanjutan lingkungan lestari. Dengan menanamkan kesadaran pada diri sendiri tentang pentingnya mengolah sampah dari sumber dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran masyarakat, pemerintah dan sektor swasta dalam pembangunan yang berwawasan Ekologis serta berkeadilan sosial.
Ditulis oleh : Diva Nur Kh (Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050)
Email : dhievanur16@gmail.com