Indonesia digadang-gadang akan memasuki puncak bonus demografi di 2030 mendatang. Suatu kondisi meningkatnya penduduk berusia produktif (15-64 tahun) yang mencapai dua kali lipat dari jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020, jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai sekitar 67% dari total populasi Indonesia. Sedangkan penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan di atas 65 tahun) hanya mencapai sekitar 33% dari total populasi.
Hal ini tentunya dapat menjadi suatu momentum yang dapat dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, untuk memanfaatkan kesempatan ini, pemerintah Indonesia harus melakukan berbagai tindakan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh generasi muda. Supaya bonus demografi ini memang dipenuhi oleh usia produktif dengan karakter sumber daya manusia yang unggul, bukan begitu?
Memang benar, bonus demografi dapat menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, Namun, tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam memanfaatkan bonus demografi tidaklah sedikit. Salah satunya adalah masalah kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Kesenjangan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup generasi muda di daerah pedesaan dan membatasi potensi pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan ini mempengaruhi pola pikir masyarakat dan tren yang berkembang di masyarakat tersebut, misalnya tren enggan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Pendidikan tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Selain memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas, pendidikan tinggi juga membuka peluang karir yang lebih luas dan memberikan kesempatan untuk meraih kesuksesan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tren enggan melanjutkan ke pendidikan tinggi terus berlanjut. Banyak siswa memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus SMA/Sederajat. Bahkan tren angka partisipasi siswa sudah menurun dimulai dari tingkat SMP/Sederajat, seperti yang terjadi di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, angka partisipasi murni tingkat SD/Sederajat di Kabupaten Ogan Ilir mencapai angka
99,31%, angka partisipasi murni tingkat SMP/Sederajat 74,32% dan terus menurun hingga 57,85% partisipasi pada tingkat SMA/Sederajat. Adapun
berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ogan Ilir, pada tahun 2020 dapat dikatakan penduduk Kabupaten Ogan Ilir masih berpendidikan rendah, pendidikan akhir penduduk Kabupaten Ogan Ilir yang terbanyak adalah tamat SD/Sederajat yakni sebesar 33,76%, tamat SMP/Sederajat ke bawah sebesar 80,87%, tamat SMA/Sederajat sebesar 16,36% dan hanya 3,54% yang menyelesaikan perguruan tinggi. Adapun tren enggan melanjutkan ke perguruan tinggi ini tidak mungkin langsung terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tren ini terus
berlanjut, seperti :
1. Biaya Pendidikan yang Tinggi
Biaya pendidikan menjadi faktor utama yang mempengaruhi keputusan siswa untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Meskipun terdapat program beasiswa dan bantuan biaya pendidikan dari pemerintah, namun biaya yang masih tinggi tersebut masih menjadi kendala bagi siswa dan orang tua mereka.
2. Kurangnya Informasi
Kurangnya informasi mengenai perguruan tinggi dan program-program yang ditawarkan menjadi faktor yang mempengaruhi siswa untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Banyak siswa yang tidak mengetahui informasi tentang program studi yang sesuai dengan minat mereka dan juga informasi tentang beasiswa dan bantuan biaya pendidikan yang tersedia.
3. Tidak Siap Secara Finansial dan Mental
Perguruan tinggi membutuhkan komitmen yang besar, baik dari segi finansial maupun mental. Siswa yang merasa tidak siap secara finansial atau tidak memiliki dukungan mental dari keluarga atau lingkungan sekitar mereka mungkin enggan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
4. Lingkungan Keluarga yang Tidak Mendukung
Lingkungan keluarga juga dapat mempengaruhi keputusan siswa untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Keluarga yang tidak memprioritaskan pendidikan dan lebih memilih siswa untuk bekerja atau membantu bisnis keluarga mereka dapat mempengaruhi keputusan siswa untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
5. Tidak Memiliki Minat pada Program Studi
Tidak semua siswa memiliki minat pada program studi yang ditawarkan di perguruan tinggi. Banyak siswa yang merasa bahwa program studi yang
ditawarkan tidak sesuai dengan minat atau bakat mereka, sehingga mereka memilih untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
6. Kurangnya Kesiapan Akademik
Siswa yang merasa kurang siap secara akademik dan tidak memiliki kemampuan akademik yang cukup juga dapat mempengaruhi keputusan
mereka untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya persiapan dalam mempersiapkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi.
Namun, meskipun faktor-faktor ini menjadi kendala, ada beberapa jalan keluar yang dapat diambil untuk mengatasi tren enggan melanjutkan ke perguruan tinggi. Pertama, lembaga pendidikan dapat meningkatkan promosi dan informasi tentang program-program mereka, baik melalui media sosial maupun melalui kegiatan di sekolah. Hal ini akan membantu siswa memahami manfaat dari melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan mengurangi kebingungan atau ketidakpastian mereka tentang masa depan. Adapun penyebarluasan informasi ini, tidak hanya perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi melainkan dapat dimulai dari tingkatan pendidikan sebelumnya. Oleh karena itu, perguruan tinggi dan pemerintah perlu menyediakan informasi yang akurat mengenai program studi yang ditawarkan, bantuan biaya pendidikan, beasiswa, dan peluang karir setelah lulus dari perguruan tinggi. Informasi yang akurat dan mudah diakses dapat membantu siswa dalam membuat keputusan yang tepat.
Kedua, dengan meningkatkan akses pendidikan. Pemerintah dapat memberikan bantuan finansial kepada siswa yang kurang mampu untuk
membantu mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Selain itu, perguruan tinggi juga dapat memberikan program beasiswa dan bantuan biaya pendidikan untuk siswa yang memiliki potensi akademik dan kurang mampu secara finansial. Hal ini akan membantu mengurangi beban finansial bagi siswa dan keluarga mereka, sehingga memungkinkan lebih banyak orang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, lembaga pendidikan juga dapat memberikan beasiswa atau bantuan keuangan kepada siswa yang memiliki potensi, namun belum terbukti secara akademik.
Ketiga, lingkungan sekitar dan keluarga dapat memberikan lebih banyak dukungan dan motivasi kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan melalui pembicaraan terbuka tentang manfaat pendidikan tinggi, memberikan informasi tentang program-program pendidikan, dan memberikan dorongan positif pada siswa untuk mengambil langkah berani ke arah pendidikan yang lebih tinggi. Keluarga juga dapat membantu siswa mencari informasi tentang program-program pendidikan dan memberikan dukungan moral dan finansial bagi mereka.
Keempat, meningkatkan kesiapan akademik, siswa yang kurang siap secara akademik dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dapat menyediakan program persiapan akademik seperti program persiapan kuliah dan kursus remedial untuk membantu siswa meningkatkan kesiapan akademik mereka.
Sebagaimana yang diharapkan oleh para pemuda di Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Kecamatan Tanjung Batu (HIMUKTA), dimana mereka mengharapkan agar kedepannya pembangunan infrastruktur dan layanan kepada masyarakat dapat lebih merata dengan kualitas layanan terbaik tentunya. Mereka berharap, tren enggan melanjutkan pendidikan dapat diselesaikan, sehingga pemuda-pemuda di Kabupaten Ogan Ilir, khususnya di Kecamatan Tanjung Batu dapat terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman, dapat menjadi sumber daya manusia unggul yang turut menjawab tantangan kedepan. Oleh karena itu, untuk mencapai impian tersebut, tentunya perlu komitmen dan peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia, dukungan kebijakan dari pemerintah serta dar pihak swasta maupun lembaga lainnya
Ditulis oleh : Sella Islamiah, A.Md. LLASDP (Penggerak Perubahan Indonesia dan Dunia 2050)
Email : sellaislamiah1@gmail.com